Sinjai dan Demokrasi yang Bertumbuh, Refleksi Pilkada 2024 di Tengah Transisi Generasi

Sinjai dan Demokrasi yang Bertumbuh, Refleksi Pilkada 2024 di Tengah Transisi Generasi

Miqdad Al Mujaddid (Pemerhati Politik Kab. Sinjai).

WARNAWARTA.COM, OPINI — Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Sinjai 2024 baru saja selesai digelar. Seperti banyak daerah lain di Indonesia, perhelatan ini menjadi cermin dari dinamika demokrasi kita hari ini: penuh gairah, namun juga diwarnai oleh tantangan klasik seperti pragmatisme politik dan ketimpangan dalam kontestasi ide.

Sebagai pemuda karena terlibat langsung saya melihatnya dari dekat, saya merasa perlu membagikan refleksi dari dalam tentang apa yang kita lihat, apa yang masih kurang, dan apa harapan ke depan bagi demokrasi lokal kita.

Demokrasi di Bawah Bayang-bayang Politik Transaksional

Pilkada Sinjai 2024 memperlihatkan realitas yang semakin kuat: dominasi politik transaksional. Debat kandidat dan forum-forum diskusi yang seharusnya menjadi ruang adu gagasan, justru kerap menjadi formalitas belaka. Dialog berbobot kalah gaung dengan mobilisasi modal dan jaringan pragmatis.

Hasil akhirnya pun dalam banyak hal, lebih banyak ditentukan oleh kekuatan ongkos politik daripada pertarungan visi-misi yang mencerahkan. Ini menunjukkan bahwa demokrasi kita masih sangat rentan terhadap pengaruh pragmatisme jangka pendek, bukan konsolidasi nilai-nilai demokrasi substantif.

Pemuda: Aktor Strategis dalam Transisi Generasi

Namun di tengah tantangan itu, ada harapan yang bersinar: keterlibatan generasi muda dalam kontestasi. Tidak hanya dalam barisan pendukung, bahkan ada dua figur muda yang maju sebagai kandidat. satu sebagai calon bupati dan satu lagi sebagai calon wakil bupati, dari pasangan yang berbeda.

Ini bukan sekadar simbolik. Ini adalah bukti nyata bahwa generasi muda mulai berani mengambil posisi strategis dalam panggung politik lokal. Apalagi, berdasarkan data BPS Sinjai 2023, pemuda berusia 15–29 tahun mencakup sekitar 25,8% dari total populasi kabupaten ini angka yang menempatkan mereka sebagai kekuatan demografis dominan.

Keterlibatan ini sangat penting dalam konteks transisi generasi yang sedang kita alami. Generasi muda membawa cara pandang baru lebih kritis, lebih berbasis teknologi, dan cenderung lebih rasional dalam melihat persoalan publik. 

Tetapi tantangan terbesar adalah memastikan bahwa partisipasi ini melahirkan narasi politik baru: politik yang berbasis gagasan, etika, dan orientasi jangka panjang, bukan sekadar kelanjutan pragmatisme lama.

Pemuda hari ini harus melampaui peran pasif sebagai pemilih. Mereka harus menjadi motor perubahan dalam membangun demokrasi yang lebih berbobot dan berdaya tahan.

Menyoroti Kelemahan Penyelenggaraan

Di luar aktor politik, kualitas penyelenggaraan pemilukada itu sendiri juga patut mendapat catatan kritis. Jadwal kampanye yang terlalu singkat, tahapan yang kurang sinkron, serta lemahnya pengawasan, membuat jalannya kompetisi politik terasa sporadis dan kurang terstruktur.

Bahkan jika dibandingkan dengan ajang olahraga seperti balap atau tinju, di mana tahapan berlangsung teratur dan sistematis, Pilkada kita masih terkesan berjalan "seadanya", tanpa ritme yang jelas. Ini tentu melemahkan kualitas demokrasi secara keseluruhan.

Lebih dari itu, peran tokoh masyarakat  yang seharusnya menjadi penjaga moral demokrasi dalam beberapa kasus justru ikut larut dalam politik praktis tanpa memperhatikan etika publik.

Menjaga Optimisme: Demokrasi Berbasis Pengetahuan

Meski banyak tantangan, saya tetap memilih untuk optimis. Demokrasi, termasuk di tingkat lokal seperti Sinjai, adalah proyek jangka panjang yang menuntut kesabaran dan ketekunan.

Ke depan, ada beberapa langkah strategis yang perlu didorong:

1. Meningkatkan literasi politik  membangun pendidikan demokrasi berbasis nilai, bukan sekadar prosedural.

2. Mendorong civic technology  memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas.

3. Mendukung kepemimpinan muda  memberi ruang bagi pemuda untuk tampil dengan ide-ide inovatif dan integritas yang kuat.

Namun, penting juga disadari bahwa berbagai tantangan yang kita hadapi hari ini bukan semata-mata lahir dari dinamika lokal. Banyak di antaranya merupakan dampak dari desain besar sistem politik nasional khususnya penyelenggaraan pemilu serentak yang menggabungkan kontestasi nasional, provinsi, dan kabupaten/kota dalam rentang waktu berdekatan.

Sebagai daerah, kita tidak hanya "bermain di kandang sendiri," tetapi juga harus mengikuti ritme politik di tingkat provinsi, termasuk pemilihan gubernur. Beban ini tentu sangat menguras energi politik lokal dan kadang membuat proses demokrasi di tingkat kabupaten kehilangan fokus dan kedalaman.

Peran Pemerintah Pusat: Membaca Harapan Presiden Prabowo

Melihat dinamika ini, pemerintah pusat perlu lebih serius memperhatikan perhelatan demokrasi di daerah ke depan. Pesan Presiden Prabowo Subianto jelas: daerah-daerah harus menjadi tulang punggung bangsa ini dalam percaturan global. Energi pembangunan dan pergerakan nasional tidak lagi bisa bersifat sentralistik, tetapi harus tumbuh dari kekuatan lokal.

Dalam konteks itu, demokrasi daerah seperti Sinjai bukan hanya urusan lokal semata. Ia adalah bagian dari strategi besar bangsa ini untuk memperkuat fondasi nasional di tengah kompetisi global yang semakin ketat. Demokrasi yang sehat di daerah adalah syarat mutlak bagi Indonesia yang berdaulat, mandiri, dan berdaya saing.

Maka, penguatan sistem pemilu, perluasan ruang dialog substantif, pemberdayaan kepemimpinan muda, serta penyempurnaan desain pemilu serentak harus menjadi agenda strategis nasional — bukan hanya agenda lokal.

Menutup Refleksi

Pilkada 2024 di Sinjai mungkin belum sempurna. Tetapi dari proses ini, kita belajar bahwa demokrasi bukan hanya soal memilih pemimpin lima tahunan, melainkan tentang membangun fondasi nilai yang kokoh untuk masa depan.

Semoga bupati terpilih mampu menjawab harapan itu. Dan semoga demokrasi Sinjai, bersama ribuan demokrasi lokal lain di Indonesia, terus bertumbuh — tidak hanya dalam seremoni, tetapi dalam makna sejatinya: kekuasaan yang lahir dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.

Penulis:

Miqdad Al Mujaddid

(Pemerhati Politik Kab. Sinjai)